apa itu dakwah ?

Dakwah secara etimologi berasal dari kata da’a – yad’u – da’watan yang berarti mengajak, menyeru atau memanggil; sedangkan dakwah berarti seruan. Kata-kata “dakwah” sudah sangat khas di telinga umat Islam, sehingga para da’i akan dengan cepat dipahami sebagai orang-orang islam yang melakukan dakwah (syi’ar) Islam dalam berbagai bentuknya baik melalui aktivitas lisan (lisân al-hâl) maupun perbuatan (lisân al-maqâl).
Dalam Al-Qur'an, istilah dakwah dan kata yang terbentuk darinya disebutkan tidak kurang dari 213 kali. Suatu sebutan yang tidak sedikit berkaitan dengan perintah ajakan kepada ajaran Islam. Di samping itu, Al-Qur'an juga pun menggunakan istilah-istilah lain yang berkaitan dengan dakwah ini, seperti istilah tabligh (penyampaian), tarbiyah (pendidikan), ta'lim (pengajaran), tabsyir (penyampaian berita gembira), tandzir (penyampaian ancaman), tawsiyah (nasihat), tadzkir dan tanbih (peringatan). Semua substansi istilah-istilah tersebut adalah adanya pesan moral dan misi suci tentang nilai kebenaran, kebaikan, dan kesucian sebagai hidayah ilahi yang perlu terus menerus diperjuangkan.
Selain makna etimologi, dakwah juga memiliki makna terminologi (syar’i). Secara syar’i, dalam banyak ayat, dakwah dapat dimaknai sebagai seruan-seruan yang sarat dengan nilai-nilai Islam. Dalam Ali Imran 104 dinyatakan sebagai yad'uuna 'ila al khoir, dalam al Ashr tawasshou bil haq, dalam Fusshilat 33 dinyatakan dengan daa'a ila Allah, bahkan Allah menyifati generasi manusia terbaik sebagai orang-orang yang ta'muruuna bil ma'ruf wa tanhauna 'an al munkar. Semua kata daa'a dan kata turunannya disandarkan pada Allah, al khoir, al ma'ruf. Bahkan secara tegas dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menjelaskan bahwa makna yad'uuna 'ilaa al khoir adalah ittibaa'i Al Qur'an wa as sunnatiy (mengikuti Al Qur'an dan sunnahku). Ini menunjukkan bahwa da’wah haruslah da’wah ila al Islam, artinya menyeru umat manusia baik muslim maupun non-muslim untuk hidup dibawah naungan Islam.
Dalam konteks terminologi (istilah), terdapat beberapa rumusan definisi dakwah yang dikemukakan oleh para pakar. Syaikh Ali Mahfudz menyatakan, dakwah adalah memotivasi manusia untuk berbuat kebajikan, mengikuti petunjuk, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. pendapat ini selaras dengan pendapat al-Ghazali, bahwa amr ma'ruf nahi mungkar adalah inti gerakan dakwah dan penggerak dalam dinamika masyarakat Islam. A. Hasjmy, dakwah adalah mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan akidah dan syariah Islam yang terlebih dahulu diyakini dan diamalkan oleh pendakwah itu sendiri.
Syekh al-Babiy al-Khuli mendefinisikan dakwah sebagai upaya memindahkan situasi manusia kepada situasi yang lain yang lebih baik. Situasi yang dimaksud mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik ekonomi, sosial, budaya, politik, pendidikan, dan sebagainya. Hal senada juga dikemukakan oleh Hafizh Abdurrahman bahwa dakwah merupakan usaha untuk mengubah keadaan yang rusak, yang tidak Islami, menjadi lebih baik sesuai dengan Islam. Dakwah dalam pengertian ini sejalan dengan apa yang disabdakan oleh Nabi saw :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَالِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ
“Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika ia tidak mampu, hendaklah dengan lisannya; jika tidak mampu, hendaklah dengan hatinya. Akan tetapi, yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim)

Dalam hadits tersebut, Nabi saw tidak bersabda: “…hendaklah ia menghilangkan atau melenyapkan.”Sebaliknya, beliau saw memerintahkan “hendaklah ia mengubahnya.” Ini berarti seakan-akan nabi hendak mengatakan kepada umatnya agar mengubah kemungkaran itu secara tuntas, yakni dengan menghilangkan kemungkaran itu seraya menegakkan kemakrufan sebagai gantinya sehingga kemungkaran benar-benar lenyap dan kemakrufan benar-benar terwujud dan tegak secara kokoh. Dengan demikian dakwah pada dasarnya adalah al-taghyir al-mungkar, yakni menghilangkan suatu keadaan yang buruk sambil diikuti oleh aktivitas mewujudkan suatu keadaan yang baru guna mengganti sesuatu yang dihilangkan tadi.
Pengertian “usaha mengubah keadaan” menunjukan bahwa dakwah bukan sekedar seruan kepada orang untuk berbuat kebaikan saja, melainkan harus disertai keharusan terjadinya perubahan pada objek yang diseru (mad’u). Sedangkan makna “keadaan rusak, yang tidak islami” bermakna bahwa kerusakan itu dikarenakan tidak sesuai dengan islam. Dari sini islam menjadi standar dalam menilai baik dan buruknya suatu keadaan. Keadaan sendiri meliputi seluruh aspek kehidupan baik individu, keluarga, sosial, politik, ekonomi, budaya, hukum, pendidikan, dan sebagainya. Adapun makna “menjadi baik sesuai islam” adalah tujuan sekaligus sifat dari perubahan itu, sehingga perubahan yang diciptakan oleh dakwah ini menjadi unik.
Dakwah dalam makna “perubahan” ini sangat relevan dengan rangkaian sejarah kehadiran para nabi dan rasul sebagai para pengemban dakwah yang pertama dan utama. Mereka diutus untuk berdakwah kepada masyarakat yang saat itu kondisi sosilogisnya sedang mengalami dehumanisasi ataupun demoralisasi. Nabi Luth a.s. hadir dengan dakwahnya ketika masyarakatnya tengah mengalami amoralisasi berupa prilaku homoseks dan lesbian. Nabi Hud a.s berdakwah ditengah-tengah arogansi kaumnya akibat kemampuan akalnya yang dapat menciptakan peradaban dan kebudayaan tinggi sehingga mereka dikenal sebagai bangsa jabbarin (arogan); yang menindas bangsa-bangsa lain secara kejam dan licik (Qs. Asy-Syuara [26] :128-130). Begitu pua dengan Nabi Muhammad saw., sebagai utusan Allah yang terakhir, diutus untuk mengubah masyarakat yang kondisi sosial-budaya-agamanya tidak jauh berbeda dengan masyarakat yang dihadapi oleh nabi dan rasul-rasul sebelumnya (jahiliyah).
Kenyataan tersebut menunjukan bahwa hakekat dari dakwah adalah pembebasan, penyelamatan dan perubahan secara sistematis dari suatu kondisi yang rusak menuju kondisi yang baik yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan, yakni sebagai abid (hamba) dan bukan sebagai ma’bud (pihak yang disembah/Tuhan). Dalam konteks definisi yang satu ini, dakwah dapat disebut sebagai sebuah social engineering (rekayasa sosial); yakni perubahan sosial menuju suatu tatanan dan sistem baru sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh sang perekayasa (social engineer).
a. Definisi lain mengenai dakwah yang cukup intergral dikemukakan oleh Syukriadi Sambas, dimana dakwah dinyatakan sebagai perilaku keberagamaan Islam berupa internalisasi, transmisi, difusi dan transformasi ajaran Islam yang dalam prosesnya melibatkan unsur subyek (da’i), pesan (maudhu’), metode (uslub), media (wasilah) dan obyek (mad’u) yang berlangsung dalam rentangan dan waktu, untuk mewujudkan perilaku individu dan kelompok yang salam, hasanah, thayyibah, dan memperoleh ridho Allah.

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com